Liputanperistiwa.com Jakarta – Berdasarkan Keputusan Sengketa Pemilu Pilpres 2024 telah usai setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan kemenangan Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, pimpin Indonesia, periode 2024-2029, Selasa (23/4/2024).
Ketua Umum Partai Parsindo, HM. Jusuf Rizal mengatakan bahwa ada berbagai dinamika yang terjadi, lepas dari pro dan kontra, matinya demokrasi, serta pandangan yang menilai jurdil dan tidak jurdil, itulah bagian dari permainan politik dan demokrasi.
“Dalam politik, dalam pandangan saya tidak ada politik yang benar-benar bersih, karena setiap pihak akan menggunakan segala cara untuk merebut kemenangan dan kekuasaan. Demokrasi itu akhirnya sepakat untuk tidak sepakat”, ujarnya.
Lebih lanjut Jusuf Rizal menyampaikan bahwa setelah semua hiruk pikuk politik pilpres selesai di Mahkamah Konstitusi (MK), kini saatnya semua menerima akhir sebuah permainan politik. Saatnya ikut membangun Indonesia, menjaga negeri, namun tetap kritis dan konstruktif. Kita tidak boleh larut dalam kenyataan demokrasi dan bersikap apatis. Kita harus tetap berbuat untuk melakukan perubahan.
“Hasil Pemilu Pilpres 2024 tentu tidak akan mampu memuaskan semua pihak, namun demikian, mari membangun bangsa tidak diisi dengan rasa dendam dan tidak boleh baperan. Dalam berpolitik kita jangan menggunakan perasaan, tapi logika. Perasaan kita pakai saat bercinta saja. Mari kita bangun politik yang konstruktif dan dinamis”, terangnya
“Oleh karena itu, organisasi Partai Parsindo (Partai Swara Rakyat Indonesia) menerima kenyataan dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memenangkan paslon Prabowo-Gibran sebagai Presiden 2024-2029 dengan catatan kedepan masih diperlukan perbaikan berbagai instrument konstitusi guna membangun demokrasi yang sehat dan berkeadilan”, ungkap Jusuf Rizal mengajak
“Untuk itu DPP Partai Parsindo mengajak para pengurus, kader dan jaringan untuk ikut membantu pemerintah Membangun Indonesia, Menjaga Negeri, khususnya dalam memberantas KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) sebagaimana amanat Reformasi 1998”, tutupnya. (Hendra)